Jangan lupa bagikan jika bermanfaat

Rabu, 08 April 2020

34 PENYEBAB KITA FAKIR/MISKIN DAN SIAL MENURUT SYEKH AZ-ZARNUJI DALAM KITAB TA'LIMUL MUTA'ALLIM

1. Bersetubuh dalam keadaan telanjang tanpa ditutupi sehelai benang.
2. Tidur dlm keadaan telajang/polos.
3. Kencing dlm keadaan berdiri & telanjang.
4. Makan dlm keadaan junub (blm mandi wajib)
5. Makan sambil tiduran.
6. Tidak menghabiskan sisa2 butir nasi dipiring
7. Membakar kulit bawang merah & putih.
8. Menyapu lantai dengan sapu tangan.
9. Menyapu rumah di malam hari.
10. Membiarkan sampah menumpuk dirmh.
11. Memanggil orangtua dgn nama keduanya.
12. Mencongkel disela2 gigi dengan benda kasar/keras.
13. Makan diberanda/Gagang pintu.
14. Tidur di waktu Shubuh/Pagi Hari.
15. Sering Menginjak pada kaki gawang pintu.
16. Sering Berwudhu’ di WC.
17. Menjahit pakaian yang sedang dipakai.
18. Sering mengeringkan Air wudhu yang ada ditubuh dgn kain ( biarkan air wudhu yg ada ditubuh kering dgn sendirinya).
19. Membiarkan sarang laba-laba dirumah.
20. Melalaikan/Menunda shalat.
21. Buru Buru keluar dari Mesjid sesudah shalat subuh.
22. Pergi ke pasar di pagi buta.
23. Sering Berlama-lama di pasar.
24. Meminta kembali sesuatu yang sdh disedekahkan kpd fakir miskin ( jar orang banjar tu: Buruk sakuan😀).
25. Berdoa keburukan kepada anak.
26. Mematikan lampu (lilin) dgn cara meniup.
27. Menulis dengan pena rusak.
28. Menyisir rambut dengan sisir rusak/patah.
29. Tdk mau berdoa dgn kebaikan bagi ortu.
30. Memakai celana sambil berdiri.
31. Bersikap kikir.
32. Terlalu hemat.
33. Berlebihan dlm belanja yang tdk penting.
34. Suka menunda & meremehkan pekerjaan.
{ Sumber : Kitab Ta’lim Muta'alim Hal: 43-44 ,Karangan syekh Az Zarnuji }
@Al Faqir Achmad Junaidi
Share:

Rabu, 12 Februari 2020

PENTINGNYA MEMPELAJARI TAUHID




Pengantar dari penerjemah

Pelajaran tauhid merupakan pelajaran yang harus senantiasa diulang-ulang. Tidak boleh bagi kita merasa sudah paham karena sudah pernah sekali atau dua kali belajar, lalu tidak pernah mengulang kembali. Di antara metode yang dapat digunakan untuk mengulang-ulang pelajaran tauhid adalah senantiasa mendengarkan dan menyimak ceramah atau tulisan yang berkaitan dengan tauhid yang disampaikan oleh para ulama.

Inilah yang memotivasi kami untuk menerjemahkan salah satu ceramah Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh hafidzahullahu Ta’ala yang berjudul “Fadhlu Tauhiid wa Takfiiruhu li Dzunuub” (Keutamaan tauhid dan bahwa tauhid tersebut dapat menyebabkan terampuninya dosa-dosa), dengan sedikit perubahan seperlunya. Kami tambahan sub-judul untuk memudahkan pembaca menyimak isi ceramah beliau. Semoga usaha kami ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin.

Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh hafidzahullahu Ta’ala berkata:

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah Ta’ala, Rabb semesta alam. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, serta kekasih-Nya. Kami bersaksi bahwa beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanat, menasihati umat, dan berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya, sehingga meninggalkan kita di atas cahaya yang terang benderang, malamnya seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang setelah wafatnya beliau, kecuali akan celaka.
Ya Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada hamba dan utusan-Mu, Muhammad, serta kepada keluarga, shahabatnya, dan orang-orang yang mengambil petunjuk mereka sampai hari kiamat. Amma ba’du.

Aku memohon kepada Allah Ta’ala untuk menjadikan aku dan kalian termasuk orang-orang yang apabila diberi kenikmatan, maka bersyukur. Apabila diberi ujian, maka bersabar. Apabila berbuat dosa, maka memohon ampun. Sebagaimana aku memohon kepada Allah untuk mengaruniakan kepada kita taufiq agar dapat mewujudkan (merealisasikan) tauhid, mengamalkannya, menyempurnakannya, dan membersihkannya dari hal-hal yang dapat mengurangi atau menodai kesempurnaannya. Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah penolong bagi orang-orang yang shalih.

Pentingnya mempelajari tauhid

Tidak diragukan lagi bahwa pertemuan ilmiah ini -yang bertema tauhid”– merupakan pertemuan yang penting, bahkan yang paling penting. Karena di dalamnya terdapat penjelasan tentang dasar paling pokok, yaitu hak Allah Ta’ala atas hamba-Nya. Hak Allah Ta’ala atas hamba-Nya tersebut adalah mentauhidkan-Nya, ikhlas kepada-Nya, berserah diri, dan beramal karena Allah Ta’ala tanpa menyekutukan-Nya dengan yang selain-Nya. Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi serta penghuninya yang dibebani syariat, semuanya itu agar mentauhidkan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ؛ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ ؛ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi Rizki, Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat : 56-58)

Allah Ta’ala memiliki hak atas hamba-Nya agar mereka selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya. Agar mereka mentauhidkan-Nya sehingga tidak menyembah sesuatu pun selain-Nya. Serta agar mereka mengikhlaskan agama dan ibadahnya kepada-Nya semata sebagai pelaksanaan dari firman Allah Ta’ala,

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ ؛ أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

”Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari kesyirikan).” (QS. Az-Zumar : 2-3)
Inilah hak Allah Ta’ala atas hamba-hambaNya, sehingga para Rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ’Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut.’” (QS. An-Nahl : 36)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

”Dan Kami tidaklah mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ’Bahwasannya tidak ada sesembahan (yang benar) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.’” (QS. Al-Anbiyaa’ : 25)

Tauhid itu sama dengan Islam secara umum

Tauhid merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh semua rasul. Inilah Islam, dimana Allah Ta’ala tidak menerima selain Islam dari siapa saja. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

”Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19)
Yang dimaksud dengan Islam dalam ayat ini adalah tauhid yang bersih dan terbebas dari kotoran kesyirikan yang menodai kemurnian dan keikhlasannya.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
”Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya. Dan di akhirat nanti, dia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran : 85)

Islam seperti ini tidaklah khusus bagi umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Bahkan seluruh umat yang diutus Rasul kepadanya, semuanya dituntut kepada Islam yang satu seperti ini. Inilah Islam dalam pengertian luas yang diperintahkan kepada seluruh makhluk.

 Sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

”Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran : 19), maka Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa alaihimus salaam dan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallamsemuanya berada di atas Islam.
Islam yang disepakati oleh seluruh Rasul dan diperintahkan kepada seluruh umat manusia adalah, ”Berserah diri kepada Allah dengan bertauhid, tunduk patuh kepada-Nya dengan penuh ketaatan, serta berlepas diri dari kesyirikan dan para pelakunya”. Inilah bentuk berserah diri yang bermanfaat bagi seorang hamba. Inilah bentuk berserah diri dan Islam yang diperintahkan kepada seluruh makhluk dari golongan jin dan manusia.

Tauhid memiliki keutamaan yang sangat banyak

Tauhid memiliki keutamaan yang besar bagi pemiliknya, yaitu orang-orang yang mengamalkannya dengan konsisten di dunia dan di akhirat. Jiwa itu mempunyai sifat tertarik untuk mendengar dan mengetahui keutamaan sesuatu. Karena terkadang dia menyangka bahwa keutamaan dari sesuatu itu hanya satu dan tidak berbilang. Ketika keutamaannya banyak, maka akan semakin banyak pula sisi ketertarikannya terhadap sesuatu tersebut. Dia akan perhatian kepadanya, bersemangat mendapatkannya, dan menjelaskan kepada manusia tentang keutamaan yang akan mereka dapatkan kalau memegang teguh tauhid ini.

Oleh karena itu, di dalam Kitab Tauhid karya Syaikh Al Mujaddid Muhammad At-Tamimy rahimahullah, yang dijadikan sebagai bab pertama adalah, ”Bab Keutamaan Tauhid dan Pengampunannya terhadap Dosa”. Mengapa demikian? Karena jika seorang hamba memahami keutamaan, pengaruh dan kebaikan yang ditimbulkan oleh tauhid bagi dirinya sendiri dan manusia secara umum di dunia dan di akhirat, maka jiwa manusia akan tertarik. Keinginannya untuk mengenal tauhid dan meninggalkan lawannya (yaitu syirik) menjadi meningkat. Karena dengan lawannya (yaitu syirik), maka hilanglah keutamaan, pengaruh dan kebaikan dari tauhid ini.

Tema pembahasan kali ini adalah, ”Keutamaan Tauhid dan Pengampunannya terhadap Dosa”. Pengampunan terhadap dosa adalah salah satu pengaruh dari tauhid. Oleh karena itu, keutamaannya tidak dibatasi pada hal itu saja. Allah Ta’ala telah memberikan nikmat kepada hamba-hambaNya dengan menjelaskan tauhid ini kepada mereka. Serta menjelaskan kepada mereka bahwa dosa-dosa dan kesalahan ahli tauhid akan diampuni. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa yang tingkatannya lebih rendah dari syirik bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’ : 48)

Dosa selain syirik akan diampuni oleh Allah Ta’ala bagi siapa saja dari hamba-hambaNya yang Dia kehendaki.
[Bersambung]
***
@Jogjakarta, 24 Jumadil awwal 1440/ 30 Januari 2018
Artikel: Muslim.or.id


Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45905-tauhid-sebagai-sebab-penggugur-dosa-bag-1.html
Share:

Kamis, 30 Januari 2020

KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM ISLAM

Islam adalah agama yang sempurna, Didalamnya terdapat petunjuk dalam segala aspek kehidupan, salah satunya adalah petunjuk bagaimana anak bersikap kepada orang tua dan bagaimana cara mendidik anak. Berikut ini adalah Hak orang tua terhadap anak dan hak anak yang seharusnya diberikan oleh orangtuanya. ingat, hak anak adalah kewajiban orang tua dan Hak orang tua adalah kewajiban anak.

Memberi Nama yang Baik
Rasulullah saw diketahui telah memberi perhatian yang sangat besar terhadap masalah nama. Kapan saja beliau menjumpai nama yang tidak menarik (patut) dan tak berarti, beliau mengubahnya dan memilih beberapa nama yang pantas. Beliau mengubah macam-macam nama laki-laki dan perempuan. Seperti dalam hadits yang disampaikan oleh Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw biasa merubah nama-nama yang tidak baik. (HR. Tirmidzi)
Beliau sangat menyukai nama yang bagus. Bila memasuki kota yang baru, beliau menanyakan namanya. Bila nama kota itu buruk, digantinya dengan yang lebih baik. Beliau tidak membiarkan nama yang tak pantas dari sesuatu, seseorang, sebuah kota atau suatu daerah. Seseorang yang semula bernama Ashiyah (yang suka bermaksiat) diganti dengan Jamilah (cantik), Harb diganti dengan Salman (damai), Syi’bul Dhalalah (kelompok sesat) diganti dengan Syi’bul Huda (kelompok yang benar) dan Banu Mughawiyah (keturunan yang menipu) diganti dengan Banu Rusydi (keturunan yang mendapat petunjuk) dan sebagainya (HR. Abu Dawud dan ahli hadits lainAn-Nawawi, Al Azkar: 258)
Berkenaan dengan nama-nama yang bagus untuk anak, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kamu sekalian, maka perbaguslah nama kalian.” (HR.Abu Dawud)
Mendidik dengan Qur’an
Pada suatu kesempatan, Amirul Mukminin Umar bin Khaththab kehadiran seorang tamu lelaki yang mengadukan kenakalan anaknya, “Anakku ini sangat bandel.” tuturnya kesal. Amirul Mukminin berkata, “Hai Fulan, apakah kamu tidak takut kepada Allah karena berani melawan ayahmu dan tidak memenuhi hak ayahmu?” Anak yang pintar ini menyela. “Hai Amirul Mukminin, apakah orang tua tidak punya kewajiban memenuhi hak anak?”
Umar ra menjawab, “Ada tiga, yakni: pertama, memilihkan ibu yang baik, jangan sampai kelak terhina akibat ibunya. Kedua, memilihkan nama yang baik. Ketiga, mendidik mereka dengan al-Qur’an.”
Mendengar uraian dari Khalifah Umar ra anak tersebut menjawab, “Demi Allah, ayahku tidak memilihkan ibu yang baik bagiku, akupun diberi nama “Kelelawar Jantan”, sedang dia juga mengabaikan pendidikan Islam padaku. Bahkan walau satu ayatpun aku tidak pernah diajari olehnya. Lalu Umar menoleh kepada ayahnya seraya berkata, “Kau telah berbuat durhaka kepada anakmu, sebelum ia berani kepadamu….”
Menikahkannya 
Bila sang buah hati telah memasuki usia siap nikah, maka nikahkanlah. Jangan biarkan mereka terus tersesat dalam belantara kemaksiatan. Do’akan dan dorong mereka untuk hidup berkeluarga, tak perlu menunggu memasuki usia senja. Bila muncul rasa khawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung beban berat kelurga, Allah berjanji akan menutupinya seiring dengan usaha dan kerja keras yang dilakukannya, sebagaimana firman-Nya, “Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerah-Nya.” (QS. An-Nur:32)
Keselamatan iman jauh lebih layak diutamakan daripada kekhawatiran-kekhawatiran yang sering menghantui kita. Rasulullah dalam hal ini bersabda, “Ada tiga perkara yang tidak boleh dilambatkan, yaitu: shalat, apabila tiba waktunya, jenazah apabila sudah datang dan ketiga, seorang perempuan apabila sudah memperoleh (jodohnya) yang cocok.” (HR. Tirmidzi)
Setiap kalian adalah ra’in (seorang penjaga, yang diberi amanah ) dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya. Imam a’zham (pemimpin negara) yang berkuasa atas manusia adalah ra’in dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Seorang lelaki/suami adalah ra’in bagi ahli bait (keluarga)nya dan ia akan ditanya tentang ra’iyahnya. Wanita/istri adalah ra’iyah terhadap ahli bait suaminya dan anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Budak seseorang adalah ra’in terhadap harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Ketahuilah setiap kalian adalah ra’in dan setiap kalian akan ditanya tentang ra’iyahnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5200, dan Muslim no. 4701)
Didalam ajaran Islam, anak yang lahir ke dunia ini memiliki hak-hak dan kewajiban tertentu yang harus ditunaikan oleh kedua orang tuanya sebagai pelaksana tanggung jawab mereka kepada Allah dan untuk kelestarian keturunan.  Para ulama menghitung ada banyak hak yang dimiliki anak atau ada banyak kewajiban orang tua terhadap anaknya, diantara yang terpenting adalah sebagai berikut:
Pertama: memilihkan perempuan penyusu bayi yang shalihah untuk anak, apabila ibunya sudah tidak ada. Masa penyusuan yang paling utama adalah dua tahun penuh. Berdasarkan firman Allah swt:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan pernyusuan.” (al-baqarah: 233)
Banyak penelitian ilmiyah dan penelitian medis yang membuktikan bahwa masa dua tahun pertama sangat penting bagi pertumbuhan anak secara alami dan sehat, baik dari sisi kesehatan maupun kejiwaaan. Ibnu sina, seorang dokter kenamaan, menegaskan urgensi penyusuan alami dalam pernyataannya,” bahwasanya seorang bayi sebisa mungkin harus menyusu dari air susu ibunya. Sebab, dalam tindakannya mengulum puting susu ibu terkandung manfaat sangat besar dalam menolak segala sesuatu yang rentan membahayakan dirinya.
Kedua: hendaknya ibu mengasuh anaknya khusus pada masa buaian dan masa awal anak-anak. Jangan sampai ibu menyerahkan anak kepada pembantu dan pengasuh. Sebab, dalam aktivitas menyusui, selain ibu menyusukan air susu kepada anak, ia juga memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak dimiliki oleh orang lain. Berdasarkan hal inilah dapat difahami hikmah Allah ketika Dia mengembalikan nabi Musa kepada ibunya agar sang ibu menjadi tenang dan tidak bersedih. Allah swt berfirman,
فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلاَتَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَيَعْلَمُونَ
Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Al qashas:13)
Ketiga: hendaknya orang tua mengajarkan kitab Allah serta ilmu ilmu agama dan dunia yang wajib dikuasainya. Diriwayatkan dari Ali ra bahwa Nabi saw bersabda,”
أدبوا أولادكم على ثلاث خصال: حب نبيكم وحب آل بيته وتلاوة القرآن فإن حملة القرآن في ظل عرش الله يوم لا ظل إلا ظله مع أنبيائه وأصفيائه والوالدان اللذان يهتمان بتعليم أولادهما القرآن لهما الثواب العظيم
“ ajarkanlah tiga hal kepada anak-anak kalian, yakni mencintai nabi kalian, mencintai keluarganya dan membaca al-qur’an. Sebab, para pengusung al-qur’an berada di bawah naungan arsy Allah pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naunganNya, bersama para nabi dan orang-orang pilihanNya. Dan, kedua orang tua yang memperhatikan pengajaran al-qur’an kepada anak-anak mereka, keduanya mendapatkan pahala yang besar.”
Kaum muslimin generasi awal memahami betul urgensi pengajaran al qur’an, maka mereka berlomba dan bersaing dalam aktivitas ini. Imam Syafi’I berkata, aku telah hafal al qur’an ketika berusia tujuh tahun dan hafal kitab Al-Muwattha’ ketika berusia sepuluh tahun.”  Sahl  At-Tusturi berkata, ‘aku mencurahkan perhatian kepada al qur’an dan mempelajari al qur’an hingga menghafalnya ketika masih berusia enam atau tujuh tahun.”
Keempat: memberi nafakah hanya dengan harta yang baik dan dari mata pencaharian yang halal. Berdasarkan sabda Rasul saw: “ kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara; tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya apa yang ia kerjakan dengannnya, tentang hartanya dari mana ia mendapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan.” (H.R. Turmudzi)
Dan makanan yang diberikan kepada anak -anak hendaknya Makanan yang halal. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw kepada Sa’ad Bin Abi Waqhas, “baguskanlah makananmu, niscaya doamu akan dikabulkan.” Karenanya, anak dibiasakan untuk mengkonsumsi makanan yang halal,  mencari penghasilan yang halal dan membelanjakan kepada yang halal, sehingga ia tumbuh dalam sikap sederhana dan pertengahan, terjauh dari sikap boros dan pelit.
Kelima: mengajarkan anak sholat dan membiasakan untuk mengerjakannya. Berdasarkan firman Allah swt,
وأمر أهلك بالصلاة واصطبر عليها لانسئلك رزقا نحن نرزقك والعاقبة للتقوى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS. 20:132)
Di dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud, Rasulullah saw bersabda, “ perintahkanlah anak anak kalian untuk mengerjakan sholat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah agar mereka menunaikannya ketika berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.”
Keenam: memilihkan teman yang baik bagi anak-anak. Sebab, seorang teman laksana mesin penarik, dan seorang sahabat cenderung meneladani sahabatnya. islam sendiri telah menganjurkan agar berteman dengan orang-orang shalih dan baik, serta memperingatkan untuk tidak berteman dengan orang-orang yang buruk akhlaknya. Di dalam hadist shahih disebutkan, “ janganlah engkau berteman kecuali dengan seorang mukmin, dan jangan ada yang memakan makananmu kecuali orang bertaqwa.”
Memilihkan teman yang baik untuk anak berguna melindungi dari terjatuh ke dalam penyimpangan dan menjauhkan dirinya dari jalan licin keburukan serta lubang lubang kenistaan.
Ketujuh: memberi nafkah kepada anak hingga usia dewasa. Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, aku bertanya, wahai Rasulullah apakah aku mendapatkan pahala bila aku memberi nafkah kepada anak-anak Abu Salamah, sedangkan aku tidak membiarkan mereka begini dan begini-yakni bertebaran untuk mencari makan begini dan begini-karena mereka itu juga anak-anakku? Beliau menjawab, ya, kamu mendapatkan pahala atas apa yang kamu nafkahkan.” (H.R.Bukhori)
Sangat jelas manfaat pendidikan yang terkandung dalam tindakan memberi nafkah, sebab ini berarti mempersiapkan anak dengan baik untuk mermfokuskan diri dengan pendiidikan pada usia dini.
Kedelapan: memberikan pengajaran. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dari kakek Ayub Bin Musa Al Quraisy dari Nabi saw bersabda, “ tiada satu pemberian yang lebih utama yang diberikan ayah kepada anaknya selain pengajaran yang baik.”
Thabrani meriwayatkan dari Jabir Bin Samurah bahwa Rasulullah saw bersabda, “ bahwa salah seorang di antara kalian mendidik anaknya, itu lebih baik baginya dari pada menyedekahkan setengah sha’ setiap hari kepada orang-orang miskin.”
Kesembilan: kedua orang tua mencarikan istri yang shalihah bagi anak laki-lakinya dan suami yang shalih bagi anak perempuannya, kemudian membiayai acara pernikahan anak jika keduanya bercukupan.
Kewajiban Orang tua kepada Anak
  1. Berdoa sebelum bercampur dengan istri, sehingga jika Allah takdirkan dari pencampuran tadi, si istri hamil, maka anaknya menjadi anak yang soleh.
  2. Mengikuti rosulullah dalam menyambut kelahiran anak.
  3. tinggal di lingkungan yang islami
  4. Memberi nama yang baik
  5.  Ibu hendaknya Menyusui anaknya
  6. Mengasuh dan membimbing anak (bukan diasuh oleh pembantu).
  7. Mengkhitan si anak
  8. Mengajari alquran, sholat,puasa, adab dan etika
  9. Mengajari anak naik kuda, berenang dan memanah.
  10. Memberi nafkah dari rezeki yang halal sampai si anak mandiri atau menikah.
  11. Memilihkan teman yang baik.
  12. berbuat adil kepada semua anak anaknya.
  13. Menjadi contoh yang baik bagi anaknya.
  14. Mencarikan pendamping hidup yang sholeh bagi anaknya.
Kewajiban Anak kepada Orang tua
  1. Mentaati orang tua dalam kebaikan.
  2. Menjaga dan memelihara orang tua dengan sabar terutama di masa tua.
  3. Jangan bekata kasar atau membentak orang tua.
  4. Dilarang mengangkat suara kepada orang tua.
  5. menghargai dan menghormatinya dalam setiap keadaan
  6. anak seharusnya bermusyawarahdengan orangtuanya  ketika ingin  mengambil keputusan.
  7. Meninggikan orang tua di hadapan orang lain.
  8. Berdoa dan memintakan ampun kepada Allah
  9. Tidak bepergian kecuali minta izin kepada orangtuanya, termasuk pergi jihad.
  10. Berbuat hal hal yang membuat senang orang tua
  11. Tidak  menganggu orang tua saat orang tua istirahat /tidur
  12. Tidak boleh mengutamakan istri dibanding orangtua.
  13. Mengalah kepada orang tua pada hal yang kita senangi (harta,pakaian, makanan).
  14. Cepat memenuhi panggilan orang tua.
Share:

Minggu, 26 Januari 2020

BERDO'ALAH, ALLAH AKAN MENGABULKANNYA

Berdoalah, Allah Akan Mengabulkannya

Secara umum Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berdoa, memohon dan memelas kepada-Nya. Allah juga telah menjanjikan akan mengabulkan permohonan hamba tersebut. Allah berfirman,
ﺍﺩْﻋُﻮﻧِﻲ ﺃَﺳْﺘَﺠِﺐْ ﻟَﻜُﻢْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﺴْﺘَﻜْﺒِﺮُﻭﻥَ ﻋَﻦْ ﻋِﺒَﺎﺩَﺗِﻲ ﺳَﻴَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺟَﻬَﻨَّﻢَ ﺩَﺍﺧِﺮِﻳﻦَ
Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).
Merasa Doa Tidak Dikabulkan?
Jika tidak terkabulkan di dunia, maka pasti akan dikabulkan di akhirat dan disimpan sebagai satu kebaikan,
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ «اللَّهُ أَكْثَرُ»
Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Tidak ada seorangpun yang berdoa dengan sebuah dosa yang tidak ada dosa di dalamnya dan memutuskan silaturrahim, melainkan Allah akan mengabulkan salah satu dari tiga perkara, [1] baik dengan disegerakan baginya (pengabulan doanya) di dunia atau [2]dengan disimpan baginya (pengabulan doanya) di akhirat atau [3] dengan dijauhkan dari keburukan semisalnya”, para shahabat berkata: “Wahai Rasulullah, kalau begitu kami akan memperbanyak doa?” Beliau menjawab: “Allah lebih banyak (pengabulan doanya).”[1]
Oleh karena itu Allah malu jika hambanya berdoa kemudian kembali dengan tangan hampa. Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
إن ربكم تبارك وتعالى حيي كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفرا
Sesunguhnya Rabb kalian tabaraka wa ta’ala Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Dia malu terhadap hamba-Nya, jika hamba tersebut menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu kedua tangan tersebut kembali dalam keadaan hampa.”[2]
Berdoa Memiliki Waktu-Waktu Mustajab
Perlu diketahui bahwa doa memiliki waktu-waktu yang mustajab. Artinya ketika berdoa di waktu tersebut akan lebih mudah dan lebih cepat terkabulkan. Salah satunya adalah berdoa ketika berbuka puasa. Nabi Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
ﺛﻼﺙ ﻻ ﺗﺮﺩ ﺩﻋﻮﺗﻬﻢ ﺍﻟﺼﺎﺋﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﻔﻄﺮ ﻭﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻌﺎﺩﻝ ﻭ ﺍﻟﻤﻈﻠﻮﻡ
‘”Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil, dan doanya orang yang terzhalimi.”[3]
Ini juga salah satu kebahagiaan ketika berbuka puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه
Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak.”[4]
Waktu mustajab Sebelum atau Sesudah Berbuka Puasa?
Terkadang menjadi pertanyaan adalah apakah waktu mustajab berbuka puasa itu sebelum berbuka puasa (menjelang berbuka) atau setelah berbuka puasa. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa asalnya waktu mustajab adalah sebelum berbuka puasa (menjelang berbuka) karena inilah keadaan seorang hamba masih berpuasa, badan mungkin ada sedikit lemah dan butuh makanan serta butuh dengan Rabb-nya. Akan tetapi, ada hadits membaca doa buka puasa setelah berbuka, sehingga bisa saja doa tersebut adalah setelah berbuka. Beliau berkata,
ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻗﺒﻞ ﺍﻹﻓﻄﺎﺭ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻐﺮﻭﺏ ؛ ﻷﻧﻪ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻓﻴﻪ ﺍﻧﻜﺴﺎﺭ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻭﺍﻟﺬﻝ ﻭﺃﻧﻪ ﺻﺎﺋﻢ ، ﻭﻛﻞ ﻫﺬﻩ ﺃﺳﺒﺎﺏ ﻟﻺﺟﺎﺑﺔ ﻭﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﻄﺮ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻗﺪ ﺍﺳﺘﺮﺍﺣﺖ ﻭﻓﺮﺣﺖ ﻭﺭﺑﻤﺎ ﺣﺼﻠﺖ ﻏﻔﻠﺔ ، ﻟﻜﻦ ﻭﺭﺩ ﺩﻋﺎﺀ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻟﻮ ﺻﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪ ﺍﻹﻓﻄﺎﺭ ﻭﻫﻮ : ” ﺫﻫﺐ ﺍﻟﻈﻤﺄ ﻭﺍﺑﺘﻠﺖ ﺍﻟﻌﺮﻭﻕ ﻭﺛﺒﺖ ﺍﻷﺟﺮ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ” } ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﻭﺣﺴﻨﻪ ﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻓﻲ ﺻﺤﻴﺢ ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻲ ﺩﺍﻭﺩ ‏( 2066 ‏) { ﻓﻬﺬﺍ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﻻ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﻄﺮ ،
“Doa (yang mustajab) adalah sebelum/menjelang berbuka yaitu ketika akan terbenam matahari. Karena saat itu terkumpul (sebab-sebab mustajabnya doa) berupa hati yang tunduk dan perasaan rendah (di hadapan Rabb) karena ia berpuasa. Semua sebab ini adalah penyebab doa dikabulkan. Adapun setelah berbuka puasa, badan sudah segar lagi dan nyaman. Bisa jadi ia lalai (akan sebab-sebab mustajab). Akan tetapi terdapat hadits yang seandainya shahih maka doa mustajab itu setelah buka puasa yaitu doa: Dzahabaz dzama’ wabtallail ‘uruq wa tsabatal ajru insyaallah. Maka doa mustajab itu setelah berbuka.”[5]
Secara umum doa orang berbuka puasa mustajab akan tetapi waktu berbuka ada keutamaannya lagi. Doa orang selama berpuasa adalah mustajab sebagaimana hadits,
 ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ ‏
“Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa pemimpin yang adil, (2) doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang terzhalimi.”[6]
An-Nawawi menjelaskan,
ﻳﺴﺘﺤﺐّ ﻟﻠﺼﺎﺋﻢ ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻮ ﻓﻲ ﺣَﺎﻝِ ﺻَﻮْﻣِﻪِ ﺑِﻤُﻬِﻤَّﺎﺕِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻟَﻪُ ﻭَﻟِﻤَﻦْ ﻳُﺤِﺐُّ ﻭَﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ
“Dianjurkan bagi orang yang berpuasa untuk berdoa sepanjang waktu puasanya (selama ia berpuasa) dengan doa-doa yang sangat penting bagi urusan akhirat dan dunianya, bagi dirinya, bagi orang yang dicintai dan untuk kaum muslimin.”[7]
Demikian semoga bermanfaat
@Yogyakarta Tercinta
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1633
[2] HR. Abu Daud no. 1488 dan At Tirmidzi no. 3556. Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abi Daud mengatakan bahwa hadits ini shahih
[3] HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi
[4] HR. Muslim, no.1151
[5] Liqa-usy Syahriy no. 8 syaikh Al-‘Utsaimin
[6] HR. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 2408 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar
[7] Syarh Al-Muhaddzab An-Nawawi
Share:

HUKUM-HUKUM DALAM BELAJAR TAJWID AL-QURAN

HUKUM-HUKUM DALAM BELAJAR TAJWID AL-QURAn

MACAM – MACAM HUKUM TAJWID

HUKUM BACAAN NUN MATI/ TANWIN – BELAJAR TAJWID AL-QURAN

Nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ) jika bertemu dengan huruf-huruf hijaiyyah, hukum bacaannya ada 5 macam, yaitu:

IZHAR (إظهار) DAN HURUF IZHAR

Izhar artinya jelas atau terang. Apabila ada nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ)bertemu dengan salah satu huruf halqi (ا ح خ ع غ ه ), maka dibacanya jelas/terang.

IDGHAM (إدغام) DAN HURUF IDGHAM

 Idgham Bighunnah  (dilebur dengan disertai dengung)
Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ)kedalam huruf sesudahnya dengan disertai (ber)dengung, jika bertemu dengan salah satu huruf yang empat, yaitu: ن م و ي
 Idgham Bilaghunnah  (dilebur tanpa dengung)
Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ)kedalam huruf sesudahnya tanpa disertai dengung, jika bertemu dengan huruf lam atau ra (ر، ل)

IQLAB (إقلاب) DAN HURUF IQLAB

Iqlab artinya menukar atau mengganti. Apabila ada nun mati atau tanwin(ـًـٍـٌ / نْ) bertemu dengan huruf ba (ب), maka cara membacanya dengan menyuarakan /merubah bunyi نْ menjadi suara mim (مْ), dengan merapatkan dua bibir serta mendengung.

IKHFA (إخفاء) DAN HURUF IKHFA

Ikhfa artinya menyamarkan atau tidak jelas. Apabila ada nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ /نْ) bertemu dengan salah satu huruf ikhfa yang 15,  ta'(ت), tha’ (ث), jim (ج), dal (د), dzal (ذ), zai (ز), sin (س), syin (ش), sod (ص), dhod (ض), tho (ط), zho (ظ), fa’ (م), qof (م), dan kaf (ك)
maka dibacanya samar-samar, antara jelas dan tidak (antara izhar dan idgham) dengan mendengung.

HUKUM MEMBACA RA – BELAJAR TAJWID AL-QURAN

Hukum bacaan Ra terbagi menjadi tiga,yaitu:
 Ra dibaca Tafkhim artinya tebal , apabila keadaannya sbb:
1. Ra berharkat fathah اَلرَّسُوْلَ
2. Ra berharkat dhummah رُحَمَاءِ
3. Ra diwakafkan sebelumnya huruf yang berharkat fathah atau Dhummah يَنْصُرُ- َاْلاَبْتَرُ
4. Ra sukun sebelumnya huruf yang berbaris fathah atau dhummah تُرْجَعُوْنَ- يَرْحَمٌ
5. Ra sukun karena wakaf sebelumnya terdapat alif atau wau yang mati اَلْغَفُوْرُ-اَلْجَبَّارُ
6. Bila ra terletak sesudah Hamzah Washal اُرْكُضْ- اِرْحَمْنَا
Catatan:Hamzah Washal adalah Hamzah yang apabila terletak dia diawal dibaca, tetapi kalau ada yang mendahuluinya dia tidak dibaca
 Ra dibaca tarqiq (tipis) atau Tarkik apabila  keadaannya sebagai berikut:
Ra dibaca Tarkik bila:
1.Ra berharkat kasrah رِحْلَةَ الشّتَاءِ _ تَجْرِيْ
2. Ra sukun sebelumnya huruf berharkat kasrah dan sesudahnya bukanlah huruf Ist’la’ فِرْعَوْنَ – مِرْيَةٌ
3. Ra sukun sebelumnya huruf yan berharkat kasrah dan sesudahnya huruf Ist’la’ dalam kata yang terpisah. فَصْبِرْصَبْرًا
4. Ra sukun karena wakaf, sebelumnya huruf berharkat kasrah atau ya sukun.
جَمِيْعٌ مُنْتَصِرٌ – يَوْمَئِذِ لَخَبِيْرٌ
5. Ra sukun karena wakaf sebelumnya bukan huruf huruf Isti’la’dan sebelumnya didahului oleh huruf yang berbaris kasrah. ذِيْ الذِّكْر
huruf Isti’lak ialah melafalkan huruf dengan mengangkat pangkal lidah kelangit-langit yang mengakibatkan hurfnya besar ق ص ض ظ ط غ خ
Ra boleh dibaca tafkhim atau tarqiq:
Ra dibaca tarkik dan tafkhim bila:
1. Ra sukun sebelumnya berharkat kasrah dan sesudahnya huruf Isti’la’ berharkat kasrah atau Kasratain. مِنْ عِرْضِهِ – بِحِرْص
2. Ra sukun karena wakaf, sebelumnya huruf Isti’la’ yang berbaris mati, yang diawali dengan huruf yang berharkat kasrah. الْقِطْرِ – مِصْرِ

HUKUM BACAAN MAAD – BELAJAR TAJWID AL-QURAN

Pengertian dari mad adalah memanjangkan suara suatu bacaan. Huruf mad ada tiga yaitu : ا و ي
Jenis mad terbagi 2 macam, yaitu :

1. MAD ASHLI / MAD THOBI’I

Mad Ashli / mad thobi’I terjadi apabila :
– huruf berbaris fathah bertemu dengan alif
– huruf berbaris kasroh bertemu dengan ya mati
– huruf berbaris dhommah bertemu dengan wawu mati
Panjangnya adalah 1 alif atau dua harokat.
contoh :

2. MAD FAR’I

Adapun jenis mad far’i ini terdiri dari 13 macam, yaitu :
MAD WAJIB MUTTASHIL
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan hamzah dalam satu kata. Panjangnya adalah 5 harokat atau 2,5 alif. (harokat = ketukan/panjang setiap suara)
Contoh :
Mad Wajib Muttashil
Mad Wajib Muttashil
MAD JAIZ MUNFASHIL
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan hamzah dalam kata yang berbeda.
Panjangnya adalah 2, 4, atau 6 harokat (1, 2, atau 3 alif).
Contoh :

MAD ARIDH LISUKUUN
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan huruf hidup dalam satu kalimat dan dibaca waqof (berhenti).
Panjangnya adalah 2, 4, atau 6 harokat (1, 2, atau 3 alif). Apabila tidak dibaca waqof, maka hukumnya kembali seperti mad thobi’i.
Contoh :

MAD BADAL
Yaitu mad pengganti huruf hamzah di awal kata. Lambang mad madal ini biasanya berupa tanda baris atau kasroh tegak .
Panjangnya adalah 2 harokat (1 alif)
Contoh :

MAD ‘IWAD
Yaitu mad yang terjai apabila pada akhir kalimat terdapat huruf yang berbaris fathatain dan dibaca waqof.
Panjangnya 2 harokat (1 alif).
Contoh :

MAD LAZIM MUTSAQQOL KALIMI
Yaitu bila mad thobi’i bertemu dengan huruf yang bertasydid.
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif).
Contoh :

MAD LAZIM MUKHOFFAF KALIMI
Yaitu bila mad thobi’i bertemu dengan huruf sukun atau mati.
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif).
Contoh :

MAD LAZIM HARFI MUSYBA’
Mad ini terjadi hanya pada awal surat dalam al-qur’an. Huruf mad ini ada delapan, yaitu :
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif)
Contoh :
MAD LAZIM MUKHOFFAF HARFI
Mad ini juga terjadi hanya pada awal surat dalam al-qur’an. Huruf mad ini ada lima, yaitu :
Panjangnya adalah 2 harokat.
Contoh :
MAD LAYYIN
Mad ini terjadi bila :
huruf berbaris fathah bertemu wawu mati atau ya mati, kemudian terdapat huruf lain yg juga mempunyai baris.
Mad ini terjadi di akhir kalimat kalimat yang dibaca waqof (berhenti).
Panjang mad ini adalah 2 – 6 harokat ( 1 – 3 alif).
Contoh :

MAD SHILAH
Mad ini terjadi pada huruf “ha” di akhir kata yang merupakan dhomir muzdakkar mufrod lilghoib (kata ganti orang ke-3 laki-laki).
Syarat yang harus ada dalam mad ini adalah bahwa huruf sebelum dan sesudah “ha” dhomir harus berbaris hidup dan bukan mati/sukun.
Mad shilah terbagi 2, yaitu :
Mad Shilah Qashiroh
Terjadi bila setelah “ha” dhomir terdapat huruf selain hamzah. Dan biasanya mad ini dilambangkan dengan baris fathah tegak, kasroh tegak, atau dhommah terbalik pada huruf “ha” dhomir.
Panjangnya adalah 2 harokat (1 alif).
Contoh :
Mad Shilah Qashiroh
Mad Shilah Qashiroh
MAD SHILAH THOWILAH
Terjadi bila setelah “ha” dhomir terdapat huruf hamzah.
Panjangnya adalah 2-5 harokat (1 – 2,5 alif).
Contoh :

MAD FARQU
Terjadi bila mad badal bertemu dengan huruf yang bertasydid dan untuk membedakan antara kalimat istifham (pertanyaan) dengan sebuutan/berita.
Panjangnya 6 harokat.
Contoh :

MAD TAMKIN
Terjadi bila 2 buah huruf ya bertemu dalam satu kalimat, di mana ya pertama berbaris kasroh dan bertasydid dan ya kedua berbaris sukun/mati.
Panjangnya 2 – 6 harokat (1 – 3 alif).
Contoh :
Mim mati (مْ) bila bertemu dengan huruf hijaiyyah, hukumnya ada tiga, yaitu:
ikhfa syafawi,
idgham mim, dan
izhar syafawi.

IKHFA SYAFAWI (إخفاء سفوى)

Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan ba (ب), maka cara membacanya harus dibunyikan samar-samar di bibir dan didengungkan.

IDGHAM MIMI ( إدغام ميمى)

Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan mim (مْ), maka cara membacanya adalah seperti menyuarakan mim rangkap atau ditasyidkan dan wajib dibaca dengung.Idgham mimi disebut juga idgham mislain atau mutamasilain.

IZHAR SYAFAWI (إظهار سفوى)

Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan salah satu huruf hijaiyyah selain huruf mim (مْ) dan ba (ب), maka cara membacanya dengan jelas di bibir dan mulut tertutup

HUKUM QALQALAH

Pengertian Qalqalah : Menurut bahasa qalqalah artinya gerak, sedangkan menurut istilah qalqalah adalah bunyi huruf yang memantul bila ia mati atau dimatikan, atau suara membalik dengan bunyi rangkap.
Adapun huruf qalqalah terdiri atas lima huruf, yaitu : ق , ط , ب , ج , د agar mudah dihafal dirangkai menjadi قُطْبُ جَدٍ
Macam-macam Qalqalah
 Qalqalah kubra (besar)  yaitu Huruf Qalqalah yang berbaris hidup, dimatikan karena waqaf. inilah Qalqalah yang paling utama, cara membacanya dikeraskan qalqalahnya.
Contoh :
مَا خَلَقَ . أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ . زَوْجٍ بَهِيْجٍ
 Qalqalah Sugra (kecil)  yaitu Huruf Qalqalah yang berbaris mati, tetapi tidak waqaf padanya,caranya membacanya kurang dikeraskan Qalqalahnya.
Contoh :
يَقْطَعُوْنَ إِلاَّ إِبْلِيْسَ وَمَا أَدْرَاكَ

HUKUM BACAAN ALIF LAM – BELAJAR TAJWID ALQURAN

Dalam ilmu tajwid dikenal hukum bacaan alif lam ( ال ). Hukum bacaan alim lam ( ال) menyatakan bahwa apabila huruf alim lam ( ال ) bertemu dengan huruf-huruf hijaiyah, maka cara membaca huruf alif lam ( ال ) tersebut terbagi atas dua macam,  yaitu alif lam ( ال ) syamsiyah dan alif lam ( ال ) qamariyah 

1. PENGERTIAN HUKUM BACAAN “AL” SYAMSIYAH.

“Al” Syamsiyah adalah “Al” atau alif lam mati yang bertemu dengan salah satu huruf syamsiyah dan dibacanya lebur/idghom (bunyi “al’ tidak dibaca).
Huruf-huruf tersebut adalah ت ث د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ل ن
Ciri-ciri hukum bacaan “Al” Syamsiyah:
a. Dibacanya dileburkan/idghom
b. Ada tanda tasydid/syiddah ( ) di atas huruf yang terletak setelah alif lam mati => الـــّ
Contoh:
وَالشَّمْسِ يَوْمُ الدِّيْنِ وَالضُّحَى

2. PENGERTIAN HUKUM BACAAN “AL” QAMARIYAH

“Al” Qamariyah adalah “Al” atau alif lam mati yang bertemu dengan salah satu huruf qamariyah dan dibacanya jelas/izhar.
Huruf-huruf tersebut adalah : ا ب ج ح خ ع غ ف ق ك م و ه ي
Ciri-ciri hukum bacaan “Al” Qamariyah:
a. Dibacanya jelas/izhar
b. Ada tanda sukun ( ْ ) di atas huruf alif lam mati => الْ
Contoh:
اَلْهَادِى وَالْحَمْدُ بِاْلإِيْمَانِ
Share:

Label