Jangan lupa bagikan jika bermanfaat

Minggu, 31 Maret 2019

Pengamalan nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari

Image result for pancasila 


Pancasila merupakan Ideologi dan dasar negara Indonesia. Pancasila dirancang oleh PPKI yang saat itu dipimpin oleh Ir.Soekarno. 

Sebegai warga Indonesia yang baik, tentu kita harus menghafal, menerapkan dan mengamalkan nilai nilai yang terkandung dalam pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah cara mengamalkan dan menerapkan nilai-nilai pancasila...


Pancasila dirancang dan dibuat dengan perumusan yang matang, sehingga pancasila dapat menjadi dasar negara dan patokan dalam kehidupan bermasyarakat. 

A. Contoh Pengamalan Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa"


  • Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
  • Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda.
  • Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
  • Memiliki sikap toleransi antar umat beragama.
  • Tidak bersikap rasis terhadap pemeluk agama yang berbeda


B. Contoh Pengamalan Sila Ke-2 "Kemausiaan yang adil dan beradab"


  • Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
  • Saling mencintai sesama manusia.
  • Mengembangkan sikap tegang rasa.
  • Tidak semena-mena terhadap orang lain.
  • Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  • Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  • Berani membela kebenaran dan keadilan.
  • Menghormati dan menghargai bangsa, golongan, atau negara lain

C. Contoh Pengamalan Sila ke-3 "Persatuan Indonesia"


  • Menempatkan persatuan, kesatuan, dan kepentingan bangsa/negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.
  • Rela berkorban untuk kepentingan bangsa.
  • Cinta tanah air dan bangsa.
  • Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
  • Memajukan pergaulan dan kesatuan bangsa yang ber-bhineka tunggal ika.
  • Bangga menggunakan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia
  • Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan


D. Contoh Pengamalan sila ke-4 "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan"


  • Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
  • Selalu mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden, gubernur, dan walikota.
  • Tidak memaksakan kehendak orang lain.
  • Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  • Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh rasa kekeluargaan.
  • Dengan i'tikad yang baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
  • Musyawarah dilaksanakan dengan akal sehat dan hati yang luhur.
  • Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa.


E. Contoh Pengamalan Sila ke-3 "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"


  • Mengembangkan sikap dan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap kekeluargaan dan gotong royong.
  • Bersikap adil
  • Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  • Senang memberi bantuan dan pertolongan terhadap orang lain.
  • Bekerja keras.
  • Tidak berfoya-foya dan bermewah-mewahan
  • Menghormati hak-hak orang lain.
  • Selalu berhemat dan tidak boros.
  • Tidak berbuat hal-hal yang merugikan kepentingan umum.
  • Berusaha mewujudkan "Keadilan Sosial" yang merata.
  • Tidak melakukan pemerasan terhadap orang lain.
  • Menghargai hasil karya orang lain.
  • Menghargai hak-hak orang lain.
Semoga bermanfaat. 
Sumber :  https://infindonesia.blogspot.com/2015/11/contoh-pengamalan-nilai-nilai-pancasila.html?m=1
Share:

Senin, 11 Maret 2019

Lelahmu memuliakanmu wahai para penuntut ilmu


Oleh : Ustadzah Weta Nur Rohmah
(Guru Kelas Iman Kuttab Awwal 1 KAF Jember)
“ Barangsiapa bersabar dengan kesusahan yang sebentar saja maka ia akan menikmati kesenangan yang panjang”(Thariq bin Ziyad)
Anak-anak kita… ada kalanya hati mereka jenuh saat terus berkutat dengan ilmu, menghafal Al Qur’an, hadist, do’a-do’a dan materi lainnya, mendengarkan nasehat dari ustadz ustadzah. Merasa lelah saat setiap hari harus belajar, belajar dan belajar. Di kuttab, belajar. Di rumah, belajar lagi. Menghafal terus. Merasa penat karena harus duduk tertib, diajarkan adab, adab dan adab. Anteng, tanpa mainan. Merasa berat dengan perjuangan menuntut ilmu sebagai bekal mujahid-mujahidah tangguh pejuang agama-Nya. Penerus dakwah Rasulullah SAW untuk meraih kembali kegemilangan Islam.
Mari rehat sejenak, kita renungkan nasehat Imam asy Syafi’i;
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup baru terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi keruh karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang
Singa, jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah, jika tak tinggalkan busur tak akan kena sasaran
Biji emas bagaikan tanah sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa jika di dalam hutan.”
 Calon ahli ilmu tidak akan tinggal diam. Ia tempuh perjalanan jauh dari rumahnya untuk menuntut ilmu. Ia akan dapatkan ilmu yang membuatnya mulia dan tinggi derajatnya di sisi Rabb-Nya, ia akan dapatkan pengganti asyiknya mainan.
Tentunya kita juga belajar dari generasi hebat terdahulu, bagaimana beliau-beliaurahimakumullah, begitu besar semangatnya dalam menuntut ilmu. Sangat kuat ghirah perjuangannya untuk terus belajar. Rela menempuh perjalanan bermil-mil untuk memperlajari 1 bab ilmu. Bahkan hanya untuk mendapatkan 1 hadist, beliau tempuh perjalangan siang dan malam di tengah gurun pasir yang tandus, di bawah panas terik matahari dan dingin malam yang menggigit, dengan perbekalan yang sangat terbatas. Namun, beratnya perjuangan itu justru terasa ringan karena nikmatnya ilmu yang beliau-beliau rasakan. Sebagaimana Imam Ahmad yang ditanya oleh sahabatnya karena terlihat sangat bersemangat dan tidak mengenal lelah dalam menuntut ilmu, “ Kapankah engkau akan beristirahat? “dan MasyaaAllah beliau menjawab dengan mantab, “ Nanti, istirahatku ketika kakiku telah menapak di surga.”
 Niatkan; Menuntut ilmu dalam rangka berjuang fi sabilillah
Barangsiapa yang meninggal namun belum sempat berjuang di jalan Allah dan tidak pernah dalam dirinya (berniat) untuk berjuang di jalan Allah, maka ia meninggaldalam keadaan munafiq.
(HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Nasai)
Mari niatkan setiap langkah anak-anak kita dalam rangka berjuang menuntut ilmu di sini, adalah semata-mata untuk mengharap keridhoan Allah, niat berjuangfi sabilillah. Kita mengamanahkan anak-anak belajar di kuttab bukan sekedar untuk mendapatkan nilai-nilai bagus di rapor, bukan sekedar meraih pujian dari ustadz ustadzah, bukan sekedar mengejar target hafalan, bukan sekedar untuk mengejar gelar, pekerjaan, jabatan, kekuasaan atau popularitas. Melainkan untuk bekal beramal dalam rangka meningkatkan kualitas ketaatan, mendapatkan derajat tinggi dan kemuliaan di hadapan Allah. “.. niscaya Allah mengangkat (derajat) orang-orang yang yang beriman dan orang-orang yang berilmu, beberapa derajat” (QS. Al Mujadilah: 11). Prestasi-prestasi duniawi hanyalah salah satu jembatan bagi kita mengukir prestasi akhirat. Sebagaimana ilmuan-ilmuan terdahulu luar biasa dalam ketaatan kepada Allah dan luar biasa pula dalam bidang ilmu pengetahuan/sains.
Terus berlelah-lelah berjuang mendapatkan ilmu agar semakin menjadi hamba-Nya yang bertakwa. Ya, agar lelah ini berujung pada ridha-Nya, berbuah jannah-Nya.
“ Barangsiapa yang menempuh jalan untuk untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga. Sesungguhnya malaikat mengepakkan sayapnya sebagai tanda ridha bagi para penuntut ilmu. Sesungguhnya seorang alim akan dimohonkan ampunan oleh penduduk langit dan bumi serta ikan yang berada di lautan. Sesungguhnya keutamaan orang alim (berilmu) di atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan saat purnama di atas bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu berarti mengambil bagian yang besar.”  (HR. Tirmidzi)
Wahai ayah dan bunda, mari kita tegarkan hati kita mengantarkan putra-putri kita berjuang menuntut ilmu di jalan Allah. Perjuangan yang akan menjadikan mereka generasi emas kebanggaan, memakaikan mahkota cahaya untuk ayah dan bunda kelak dan mengalirkan pahala yang terus mengalir tiada henti. Mari kita belajar dari ibunda para ulama terdahulu, salah satunya, Ibunda Sufyan Ats Tsauri;
“ Wahai anakku, tuntutlah ilmu dan ibu akan mencukupimu dengan hasil memintal. Wahai anakku, jika kamu menulis 10 kalimat, lihatlah apakah hatimu bertambah khusyuk dan taat, jika tidak demikian, ketahuilah sungguh itu membahayakanmu dan tidak membawa manfaat untukmu.” Beliau mendukung penuh, memberikan pembiayaan dan motivasi kuat untuk pendidikan putranya. Beliau juga membimbing dan mengarahkan bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk menambah khusyuk dan taat kepada Allah.
Sebagaimana diteladankan juga oleh ibunda Imam Syafi’i, Fathimah binti Ubeidillah yang mengasuh Syafi’i sendirian semenjak ditinggal meninggal oleh suami. Ibunya berbesar hati melepasnya di usia 10 tahun untuk menuntut ilmu ke Mekkah. Kita juga meneladani kecerdasan ibunda Imam Syafi’i dalam membentuk kecerdasan dan kepribadian Imam Syafi’i hingga beliau berhasil menjadi imam besar.
Tentunya kita juga belajar dari semangat para sahabat Rasulullah SAW yang setiap hari haus akan ilmu, “ setiap hari yang aku lalui tanpa menambah ilmu yang mendekatkanku kepada Allah, maka tidak berkahlah bagiku terbitnya matahari hari itu.”
 Cahaya Ilmu yang memuliakanmu..
“ Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah: 15-16) “ Maka orang-orang yang beriman kepadanya,memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang telah diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al A’raf: 157)
“ Dan bertakwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarmu.” (QS. Al Baqarah: 282).  Hamba yang senantiasa bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah akan dicintai-Nya dan makhluknya, berada dalam kesenangan, tenang hatinya, baik perbuatannya dan berwibawa penampilannya karena cahaya Allah yang memancar dari tubuhnya. Dengan hanya melihat hamba tersebut jiwa merasakan kenikmatan. “Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya dan Allah mempunyai karunia yang besar.”( QS. Al Hadid: 21)
Hasan al Bashri menjabarkan “Orang-orang yang beriman adalah kaum yang tawadhu’ (rendah hati dan tunduk). Sungguh demi Allah, pendengaran, penglihatan dan anggota badan mereka semuanya tunduk. Sampai-sampai engkau mengira mereka sedang sakit, padahal mereka sehat. Akan tetapi mereka diliputi rasa takut kepada Allah. Mereka menjauh dari tipuan dunia karena ilmu mereka tentang akhirat. Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan kami.’” Beliau melanjutkan, “ Engkau akan menjumpai orang yang mencapai tingkat takwa, yaitu orang yang tekun dalam menuntut ilmu, semakin berilmu, semakin merendah, semakin tawadhu’.”
Imam Asy Syafii juga berpesan,“Barangsiapa mendalami ilmu agama (Islam) , mulialah kedudukannya. Barangsiapa yang belajar Al Qur’an, besarlah harga dirinya. Barangsiapa mendalami ilmu fiqih, kuatlah kesehariannya. Barangsiapa menulis hadist, kuatlah hujjahnya. Barangsiapa yang belajar ilmu hisab (hitungan) sehatlah pikirannya. Barangsiapa belajar bahasa arab, haluslah tabiatnya. dan barangsiapa tidak menjaga dirinya dari dosa dan kemaksiatan, tidaklah bermanfaat ilmu baginya.”
Nikmatnya menjadi penuntut ilmu..
  1. Mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah. (QS. Al Mujadillah: 11)
  2. Dikelilingi malaikat, dido’akan dan dimohonkan ampunan kepada Allah.
“ Jika kalian berjalan dan bertemu dengan taman-taman surga, maka berhentilah. Yaitu majelis-majelis ilmu. Sesungguhnya di sisi Allah ada malaikat-malaikat yang selalu mencari majelis-majelis ilmu. Jika mereka menemukannya, mereka duduk mengelilingi para penuntut ilmu dan mendoakannya. “(HR. Tirmidzi)
  1. Mendapatkan rahmat dan ketentraman, serta disebut namanya dihadapan penduduk langit. “ Tidaklah suatu kaum duduk untuk berdzikir kepada Allah kecuali malaikat akan mengayomi mereka, rahmat Allah meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka dan Allah menyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya.” (HR. Muslim)
  2. Sukses dalam menjalani kehidupan dunia dan akhirat. “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat maka wajib baginya memiliki ilmu. Dan barangsiapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu.” (HR. Tirmidzi)
  3. Mendapat kebaikan dari Allah. “ Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka ia akan diberikan kepahaman dalam ilmu agama.” (Muttafaq alaih)
  4. Mengalirkan pahala meskipun sudah meninggal dunia. Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda “ Apabila manusia meninggal dunia, terputus amalnya kecuali 3 hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan.”
  5. Istiqomah dalam ketaatan. “Wahai pembawa ilmu, beramallah dengan ilmu itu, barangsiapa yang sesuai antara ilmu dengan amalnya maka mereka akan selalu istiqomah dalam ketaatan.”( HR. Ad Darimi)
  6. Dimudahkan jalan menuju surga. “Barangsiapa menempuh jalan untuk untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya menuju surga.” (HR. Bukhori & Muslim)
Maka, ketika kita merasa kelelahan dalam perjuangan menuntut ilmu ini, mari kita kuatkan kembali keimanan kita. Mari kita kuatkan kesabaran kita, bersabar dengan ujian dalam menuntut ilmu, bersabar dalam ujian-ujian kehidupan dunia, yang sebenarnya hanya sebentar saja. Ya, kita di dunia ini hanyalah seperti sekian menit saja dibandingkan lamanya masa di akhirat. “ Barangsiapa bersabar dengan kesusahan yang sebentar saja maka ia akan menikmati kesenangan yang panjang” (Thariq bin Ziyad)
Mari kita kobarkan semangat kita untuk meraih derajat tinggi dan mulia di sisi-Nya. Sesungguhnya cita-cita kita tidak terhenti pada kebahagiaan dunia, melainkan akhirat. Seperti cita-cita Urwah bin Zubair, “ Cita-citaku adalah zuhud di dunia dan sukses di akhirat. Aku hanya ingin menjadi orang yang ikut andil dalam menyebarkan ilmu-ilmu keislaman.”MasyaaAllah, begitu semangatnya generasi terdahulu dalam belajar dan mengajarkan ilmu. Rasulullah SAW juga telah mendidik kita untuk menjadi orang yang selalu bersemangat.
 “ Bersemangatlah kalian kepada apa yang bermanfaat bagi kalian, mintalah pertolongan Allah dan jangan malas.” (HR. Bukhori & Muslim). Mari kita panjatkan do’a yang diajarkan Rasulullah SAW, “ Ya Allah, aku sungguh-sungguh memohon kepadamu ketegaran dalam urusan agama ini dan tekad kuat berada di atas petunjuk-Mu” .  Juga do’a dalam firman-Nya, QS. Thaha: 114, “ Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.”
 Kita renungkan kembali nasehat Imam Asy Syafi’i,“ Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar, Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya. Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya, maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya. Demi Allah, hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.
Wahai para penuntut ilmu, calon generasi peradaban Islam, Hendaklah ilmu yang kita miliki menjadikan kita semakin takut untuk bermaksiat dan semakin semangat dalam taat kepada Allah. Menjadikan kita terus berjuang untuk mewujudkan kegemilangan Islam. Bersemangatlah, berlelah-lelahlah, karena lelahmu akan memuliakanmu..

Ya Allah Bimbing Kami..
#2Kurikulum_Iman&AlQur’an


Referensi:
  1. Sufyan bin Fuad Baswedan, Ibunda Para Ulama.

Share:

Sabtu, 09 Maret 2019

Adab menuntut ilmu



Bismillahirrahmaanirrahim

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan tentang Islam, termasuk di dalamnya masalah adab.

Seorang penuntut ilmu harus menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak mulia. Dia harus mengamalkan ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap dirinya maupun kepada orang lain.

Berikut diantara adab-adab yang selayaknya diperhatikan ketika seseorang menuntut ilmu syar’i

Pertama, Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu

Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala dan seseorang tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5)

Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya. Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

Kedua, Rajin berdoa kepada Allah Ta’ala, memohon ilmu yang bermanfaat

Hendaknya setiap penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan memohon pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepadaNya. Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk selalu memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat, karena banyak kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan lainnya.

Ketiga, Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus ilmu

Dalam menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2) orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi) Keempat, Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada Allah Ta’ala Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala. 

Kelima, Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu

Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.

Imam Mujahid mengatakan, لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ
“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)

Keenam, Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh atau guru

Allah Ta’ala berfirman, “… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)

Ketujuh, Diam ketika pelajaran disampaikan

Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh ngobrol.

Allah Ta’ala berfirman, “dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)

Kedelapan, Berusaha memahami ilmu syar’i yang disampaikan

Kiat memahami pelajaran yang disampaikan: mencari tempat duduk yang tepat di hadaapan guru, memperhatikan penjelasan guru dan bacaan murid yang berpengalama. Bersungguh-sungguh untuk mengikat (mencatat) faedah-faedah pelajaran, tidak banyak bertanya saat pelajaran disampaikan, tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu yang sama, mengulang pelajaran setelah kajian selesai dan bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu yang telah dipelajari.

Kesembilan, Menghafalkan ilmu syar’i yang disampaikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia memberikan cahaya pada wajah orang-orang yang mendengar, memahami, menghafal, dan mengamalkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kita pun diperintahkan untuk menghafal pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesepuluh, Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan

Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaa-id (faedah dan manfaat) dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ilmu dengan tulisan” (HR. Ibnu ‘Abdil Barr)

Kesebelas, Mengamalkan ilmu syar’i yang telah dipelajari

Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-Thabrani)

Kedua belas, Berusaha mendakwahkan ilmu

Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita, Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).

Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi seorang hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah. Bahkan demi sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai sampai batas usaha yang maksimal.

Syarat dakwah: Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran ‘aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ dan Shifat, serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan iman. Manhajnya benar, memahami Al-quran dan As-sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Beramal dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba’ (mengikuti) contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak mengadakan bid’ah, baik dalam i’tiqad (keyakinan), perbuatan, atau perkataan.

*** [Zulfa Sinta Filavati] Referensi: Adab & Akhlak Penuntut Ilmu karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas ——————————————————————————–

Artikel muslimah.or.id
Tags: http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/adab-menuntut-ilmu.html

Share:

Label