Di masa kecilnya, al-Habib Abdullah mengerjakan
shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya
setelah pulang dari rumah gurunya di waktu
Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika
Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘Wali
Al-Quthub’ sejak usianya masih remaja.
Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al- Haddad, di lahirkan di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat. Meskipun kedua mata beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak memutuskan gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya dengan berbagai macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai dari sejak usia dini, hidupnya sangat berkah dan berguna.
Ayah beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad al- Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku: “Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah” Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.” Selanjutnya, al-Habib Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengerti arti ucapan al-Habib Ahmad itu, sampai setelah lahirnya puteraku, Abdullah dan berbagai tanda-tanda kewalian dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah. Tentang masa kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika aku kembali dari tempat belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya, al-Habib Abdullah menuturkannya sebagai berikut:
“Di masa kecilku, aku sangat gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’
Ia mengucapkan kalimat itu, karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al- Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami dan al-Habib Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah SWT memberinya kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup al- Habib Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu ketika ia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Jum’at sore setelah melakukan shalat Ashar di masjid al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dn dan kekuatannya semaki menurun, maka al- Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah pada Hari Sabtu dan hari-hari lainnya sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib Abdullah bin Alawi al- Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH” sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada waktu enam hari di Bulan Syawal.
Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.” Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau selalu menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah adalah seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.” Dalam masalah ini, al-Habib Abdullah bin Alawi al- Haddad berkata: “Kami telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang kesabaran al-Habib Abdullah bin Alawi al- Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai kedua matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya.
Dalam masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya: “Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan: “Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al- Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.” Al-Habib Abdullah kembali menjelaskan: “Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al- Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini.
Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.” Telah kami sebutkan bahwa di masa kecil beliau, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘WALI AL- QUTHUB’ sejak usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau mendapat kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘Enam Puluh Tahun’. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau wafat (1132 H).
Jadi beliau menjadi Wali al- Quthub lebih dari ’60 Tahun’. Beliau menuntut ilmu pada ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya guru-guru beliau adalah:
Sayyiduna Al-Quthub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas
- Al-Habib Al-’Allamah Agil bin Abdurrahman As-Segaf
- Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid
- Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi
- dan termasuk guru-guru beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah Al-Mukarromah
- Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf
dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang lainnya. Beliau memiliki banyak murid, diantara murid- murid belia adalah:
- Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera beliau sendiri)
- Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi
- Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih
- Al-Habib Umar bin Zain bin Smith
- Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith
- Al- Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar
- Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf
- Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha Ash-Shafi As- Segaf
dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya tulis al-Habib Abdullah adalah:
- ar-Risalah Adab as-Suluk al-Murid
- ar- Risalatul al-Mu’awanah
- an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah
- Sabiilul Iddikar
- al- Ithaaf as-Saail
- at-Tatsbiitul Fuaad
- ad-Da’wah at-Taamah
- an-Nasaih ad-Diiniyah
dan masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid yang beliau susun diantaranya yang sangat terkenal adalah ‘Ratib Al-Haddad’ yang beliau susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H. Beliau wafat hari Senin Malam Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota Tarim-Hadhramaut-Yemen. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin..
Karomah Al-Imam Al-‘Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Karamah adalah suatu keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali Allah SWT sebagai karunia khusus baginya, sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada seorang Nabi atau Rasul sebagai bukti kenabian dan kerasulannya. Kalau seorang Nabi atau Rasul diperintah memperkenalkan diri dan tugasnya kepada umatnya, dan untuk membuktikan kerasulan atau kenabiannya, maka ia dibolehkan memperlihatkan mukjizatnya, seperti ketika Nabi Allah Musa as di perintah melempar tongkatnya di depan Fir’aun, sehingga tongkatnya berubah menjadi seekor ular.
Berbeda dengan seorang wali dan karamahnya. Ia tidak diperintah memperkenalkan diri dan menampakkan karamahnya kepada orang lain, karena ia tidak diperintah untuk menyebarkan risalah agama. Hanya saja, seorang wali dianjurkan mengajak orang lain ke jalan Allah SWT. Kalau di tengah dakwahnya, ia membutuhkan suatu bukti, maka ia boleh minta diberi karamah, misalnya ketika Sunan Bonang dihadang oleh seorang preman, maka beliau menunjuk tangannya ke atas pohon, dengan izin Allah SWT si preman melihat buah pohon yang ada di atasnya berupa emas, sehingga ia tidak putus-putusnya memandang emas yang ada di atas pohon itu, sampai Sunan Bonang dapat meneruskan perjalanannya dengan lancar. Adapun buah pohon yang berubah menjadi emas adalah karamah Allah SWT yang diberikan kepada Sunan Bonang, sehingga beliau dapat selamat dalam perjalanannya.
Adapun karamah yang diberikan kepada al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad cukup banyak, sehingga kalau diungkapkan satu persatunya, maka akan membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga kami hanya mengungkapkan sebagian kecil saja, seperti yang dapat di baca di bawah ini:
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah berkata: “Pada suatu kali aku terlilit hutang yang banyak dan aku tidak dapat melunasinya, karena aku tidak mempunyai uang. Ketika aku menyampaikan keluhanku kepada al-Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata: ‘Semoga esok pagi semua hutangmu dapat terlunasi.’
Ternyata keesokan paginya, ada seorang lelaki memberiku sepuluh potong pakaian. Setelah aku menerimanya, kemudian akupun menjualnya, maka aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari jumlah hutangku, semua itu adalah berkah karamah al- Habib Abdullah al-Haddad.”
Salah satu sahabat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok.
Tetapi bacalah setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali: “Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.” Maka dengan izin Allah SWA, lelaki itu kembali dalam keadaan yang lebih baik, karena hidupnya lebih baik dan hutang-hutangnya sudah terlunasi. Ia termasuk seorang yang shaleh, bertakwa dan wara’. Ia banyak mengerjakan amal-amal kebajikan, terutama saedekah. Ia sangat yakin kepada al-Habib Abdullah dan kepada orang-orang shaleh. Ia wafat di Kota Syibam pada tahun empat puluh. Semoga Allah SWT merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya yang sangat luas.”
Selain itu, asy-Syeikh Abdullah Syarahil menceritakan kisah asy-Syeikh Umar Bahmid sebagai berikut: “Ada seorang datang mengadu kepada al-Habib Abdullah tentang sakit perut dan darah yang banyak keluar dari duburnya, dan ketika itu aku ada di sisinya. Maka al-Habib Abdullah berkata kepadaku: “Wahai Bahmid, obatilah orang ini.” Maka aku memegang perutnya, kemudian aku meniupnya. Maka penyakit orang itu sembuh pada waktu itu juga. Kemudian penyakit orang itu berpindah kepadaku, sampai aku mengeluh kepada al-Habib Abdullah. Kemudian beliau memberi makanan kepadaku sambil mengusap perutku dengan tangannya yang mulia, maka dengan izin Allah SWT penyakitku segera sembuh pada waktu itu juga.”
Asy-Syeikh Abdullah Syarahil menuturkan, bahwa al-Habib Ahmad berkata kepadaku: “Aku diberitahu oleh al-Habib Ahmad, bahwa al-Habib Abdullah al-Haddad berkata kepadanya: “Aku melihat ada seorang yang mengeluh sakit gigi dan ia minta do’a kesembuhan darimu.” Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?” Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.” “Lalu akupun segera melaksanakan perintahnya, hingga penyakit orang itu sembuh, tetapi rasa sakitnya berpindah pada diriku. Ketika aku menghadap kepada al-Habib Abdullah, maka beliau memberitahuku: “Pdnyakit orang itu sudah sembuh, tetapi rasa sakitnya pindah kepadamu.” “Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
Selain itu masih ada lagi kisah karamah yang dialami oleh al-Habib Abdullah sebagai berikut: “Disebutkan bahwa ketika al-Habib Abdullah pergi menunaikan ibadah haji, maka ada seekor unta yang melompat-lompat karena emosi, sehingga tidak seorangpun yang berani mendekati dan menungganginya, karena lompatannya sangat keras. Ketika al-Habib Abdullah diberitahu tentang masalah itu, maka beliau mendatangi unta itu dan meletakkan tangannya di lehernya, maka dengan izin Allah SWT, maka unta itu menundukkan kepala kepadanya.”
Salah seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al- Haddad berkata: “Aku diberitahu oleh salah seorang murid yang selalu mengikuti al-Habib Abdullah al-Haddad: “Pada suatu hari aku keluar untuk mengunjungi seorang syeikh yang dikenal oleh penduduk Kota Tarim dengan nama asy-Syeikh Maula ar-Rakah, dan aku kesana tanpa memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras.
Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.” Ketika aku mendatangi al-Habib Abdullah dan mengeluh kepadanya, maka al-Habib Abdullah mengusap badanku dengan tangannya yang mulia. Dengan izin Allah dan berkah al-Habib Abdullah penyakitku segera sembuh dan tidak meninggalkan bekas apapun pada tubuhku.”
Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al- Haddad, di lahirkan di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat. Meskipun kedua mata beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak memutuskan gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya dengan berbagai macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT, sehingga mulai dari sejak usia dini, hidupnya sangat berkah dan berguna.
Ayah beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad al- Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu al-Habib Ahmad menjawabku: “Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah” Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.” Selanjutnya, al-Habib Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengerti arti ucapan al-Habib Ahmad itu, sampai setelah lahirnya puteraku, Abdullah dan berbagai tanda-tanda kewalian dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah. Tentang masa kecilnya, al-Habib Abdullah berkata: “Jika aku kembali dari tempat belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya, al-Habib Abdullah menuturkannya sebagai berikut:
“Di masa kecilku, aku sangat gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah, sampai nenekku seorang wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’
Ia mengucapkan kalimat itu, karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al- Haddad berkata: “Ketika aku berkunjung kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka ia bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami dan al-Habib Abdullah al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah SWT memberinya kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup al- Habib Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu ketika ia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib Abdullah telah diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Jum’at sore setelah melakukan shalat Ashar di masjid al-Hujairah. Selain itu, al-Habib Abdullah al-Haddad sering berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dn dan kekuatannya semaki menurun, maka al- Habib Abdullah tidak berziarah pada Hari Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah pada Hari Sabtu dan hari-hari lainnya sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib Abdullah bin Alawi al- Haddad setiap harinya adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH” sebanyak seribu kali. Tetapi di Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali setiap harinya. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada waktu enam hari di Bulan Syawal.
Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.” Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari-hari putih (Ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal dan lain sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau selalu menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
al-Habib Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah adalah seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.” Dalam masalah ini, al-Habib Abdullah bin Alawi al- Haddad berkata: “Kami telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan kami tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang kesabaran al-Habib Abdullah bin Alawi al- Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai kedua matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya.
Dalam masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya: “Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan: “Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al- Qur’an dan as-Sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.” Al-Habib Abdullah kembali menjelaskan: “Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan Rasul-Nya dan jejak al- Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini.
Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka.” Telah kami sebutkan bahwa di masa kecil beliau, al-Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘WALI AL- QUTHUB’ sejak usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau mendapat kedudukan Wali al-Quthub lebih dari ‘Enam Puluh Tahun’. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib Abdullah 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau wafat (1132 H).
Jadi beliau menjadi Wali al- Quthub lebih dari ’60 Tahun’. Beliau menuntut ilmu pada ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya guru-guru beliau adalah:
Sayyiduna Al-Quthub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas
- Al-Habib Al-’Allamah Agil bin Abdurrahman As-Segaf
- Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid
- Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi
- dan termasuk guru-guru beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah Al-Mukarromah
- Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf
dan masih banyak lagi guru-guru beliau yang lainnya. Beliau memiliki banyak murid, diantara murid- murid belia adalah:
- Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera beliau sendiri)
- Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi
- Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih
- Al-Habib Umar bin Zain bin Smith
- Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith
- Al- Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar
- Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf
- Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha Ash-Shafi As- Segaf
dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya tulis al-Habib Abdullah adalah:
- ar-Risalah Adab as-Suluk al-Murid
- ar- Risalatul al-Mu’awanah
- an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah
- Sabiilul Iddikar
- al- Ithaaf as-Saail
- at-Tatsbiitul Fuaad
- ad-Da’wah at-Taamah
- an-Nasaih ad-Diiniyah
dan masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid yang beliau susun diantaranya yang sangat terkenal adalah ‘Ratib Al-Haddad’ yang beliau susun di malam Lailatul Qadr tahun 1071 H. Beliau wafat hari Senin Malam Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota Tarim-Hadhramaut-Yemen. Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan meridhoinya serta memberi kita manfaat dan barokah beliau serta ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin..
Karomah Al-Imam Al-‘Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Karamah adalah suatu keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali Allah SWT sebagai karunia khusus baginya, sebagaimana mukjizat yang diberikan kepada seorang Nabi atau Rasul sebagai bukti kenabian dan kerasulannya. Kalau seorang Nabi atau Rasul diperintah memperkenalkan diri dan tugasnya kepada umatnya, dan untuk membuktikan kerasulan atau kenabiannya, maka ia dibolehkan memperlihatkan mukjizatnya, seperti ketika Nabi Allah Musa as di perintah melempar tongkatnya di depan Fir’aun, sehingga tongkatnya berubah menjadi seekor ular.
Berbeda dengan seorang wali dan karamahnya. Ia tidak diperintah memperkenalkan diri dan menampakkan karamahnya kepada orang lain, karena ia tidak diperintah untuk menyebarkan risalah agama. Hanya saja, seorang wali dianjurkan mengajak orang lain ke jalan Allah SWT. Kalau di tengah dakwahnya, ia membutuhkan suatu bukti, maka ia boleh minta diberi karamah, misalnya ketika Sunan Bonang dihadang oleh seorang preman, maka beliau menunjuk tangannya ke atas pohon, dengan izin Allah SWT si preman melihat buah pohon yang ada di atasnya berupa emas, sehingga ia tidak putus-putusnya memandang emas yang ada di atas pohon itu, sampai Sunan Bonang dapat meneruskan perjalanannya dengan lancar. Adapun buah pohon yang berubah menjadi emas adalah karamah Allah SWT yang diberikan kepada Sunan Bonang, sehingga beliau dapat selamat dalam perjalanannya.
Adapun karamah yang diberikan kepada al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad cukup banyak, sehingga kalau diungkapkan satu persatunya, maka akan membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga kami hanya mengungkapkan sebagian kecil saja, seperti yang dapat di baca di bawah ini:
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah berkata: “Pada suatu kali aku terlilit hutang yang banyak dan aku tidak dapat melunasinya, karena aku tidak mempunyai uang. Ketika aku menyampaikan keluhanku kepada al-Habib Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata: ‘Semoga esok pagi semua hutangmu dapat terlunasi.’
Ternyata keesokan paginya, ada seorang lelaki memberiku sepuluh potong pakaian. Setelah aku menerimanya, kemudian akupun menjualnya, maka aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari jumlah hutangku, semua itu adalah berkah karamah al- Habib Abdullah al-Haddad.”
Salah satu sahabat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok.
Tetapi bacalah setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan do’a sebagai berikut sebanyak empat kali: “Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.” Maka dengan izin Allah SWA, lelaki itu kembali dalam keadaan yang lebih baik, karena hidupnya lebih baik dan hutang-hutangnya sudah terlunasi. Ia termasuk seorang yang shaleh, bertakwa dan wara’. Ia banyak mengerjakan amal-amal kebajikan, terutama saedekah. Ia sangat yakin kepada al-Habib Abdullah dan kepada orang-orang shaleh. Ia wafat di Kota Syibam pada tahun empat puluh. Semoga Allah SWT merahmatinya dan menempatkannya di surga-Nya yang sangat luas.”
Selain itu, asy-Syeikh Abdullah Syarahil menceritakan kisah asy-Syeikh Umar Bahmid sebagai berikut: “Ada seorang datang mengadu kepada al-Habib Abdullah tentang sakit perut dan darah yang banyak keluar dari duburnya, dan ketika itu aku ada di sisinya. Maka al-Habib Abdullah berkata kepadaku: “Wahai Bahmid, obatilah orang ini.” Maka aku memegang perutnya, kemudian aku meniupnya. Maka penyakit orang itu sembuh pada waktu itu juga. Kemudian penyakit orang itu berpindah kepadaku, sampai aku mengeluh kepada al-Habib Abdullah. Kemudian beliau memberi makanan kepadaku sambil mengusap perutku dengan tangannya yang mulia, maka dengan izin Allah SWT penyakitku segera sembuh pada waktu itu juga.”
Asy-Syeikh Abdullah Syarahil menuturkan, bahwa al-Habib Ahmad berkata kepadaku: “Aku diberitahu oleh al-Habib Ahmad, bahwa al-Habib Abdullah al-Haddad berkata kepadanya: “Aku melihat ada seorang yang mengeluh sakit gigi dan ia minta do’a kesembuhan darimu.” Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?” Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.” “Lalu akupun segera melaksanakan perintahnya, hingga penyakit orang itu sembuh, tetapi rasa sakitnya berpindah pada diriku. Ketika aku menghadap kepada al-Habib Abdullah, maka beliau memberitahuku: “Pdnyakit orang itu sudah sembuh, tetapi rasa sakitnya pindah kepadamu.” “Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
Selain itu masih ada lagi kisah karamah yang dialami oleh al-Habib Abdullah sebagai berikut: “Disebutkan bahwa ketika al-Habib Abdullah pergi menunaikan ibadah haji, maka ada seekor unta yang melompat-lompat karena emosi, sehingga tidak seorangpun yang berani mendekati dan menungganginya, karena lompatannya sangat keras. Ketika al-Habib Abdullah diberitahu tentang masalah itu, maka beliau mendatangi unta itu dan meletakkan tangannya di lehernya, maka dengan izin Allah SWT, maka unta itu menundukkan kepala kepadanya.”
Salah seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al- Haddad berkata: “Aku diberitahu oleh salah seorang murid yang selalu mengikuti al-Habib Abdullah al-Haddad: “Pada suatu hari aku keluar untuk mengunjungi seorang syeikh yang dikenal oleh penduduk Kota Tarim dengan nama asy-Syeikh Maula ar-Rakah, dan aku kesana tanpa memberitahu kepada al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam yang sangat keras.
Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih dahulu.” Ketika aku mendatangi al-Habib Abdullah dan mengeluh kepadanya, maka al-Habib Abdullah mengusap badanku dengan tangannya yang mulia. Dengan izin Allah dan berkah al-Habib Abdullah penyakitku segera sembuh dan tidak meninggalkan bekas apapun pada tubuhku.”
0 Comments:
Posting Komentar