Sudah menjadi kewajiban bagi seorang
penuntut ilmu ketika ingin mendapatkan ilmu
yang bermanfaat secara otomatis ia pun harus
membersihkan hatinya terlebih dahulu.
Di antaranya yakni meluruskan niat bahwa ia menuntut ilmu semata-mata bukan karena ingin dikenal oleh banyak orang, supaya dikatakan ulama atau orang pandai, agar dapat memenangkan sebuah perdebatan dan segudang tujuan lain. Namun ia melakukan itu semua agar lebih dapat mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Sebab masih banyak kita jumpai di hati para penuntut ilmu yang tumbuh benih-benih penyakit yang seharusnya segera diobati. Contohnya saja, masih banyak kita temukan seorang penuntut ilmu yang suka menjelek- jelekkan kelompok lain yang tidak sepaham dengannya apapun masalahnya, bahkan tidak segan lagi berani mengkafirkannya karena tidak satu kelompok dengan jamaahnya, membuat perpecahan dengan berkelompok-kelompok sehingga umat merasa bingung karena tidak tahu ulama dan kelompok mana yang harus ia tiru dan ikuti.
Sekelompok yang lain juga tertimpa “ghurur”, mereka mencari kesenangan dunia, kemuliaan, kemudahan, kecukupan dengan menggunakan penampilan kealiman atau keshalihannya tersebut. Bila muncul pada mereka percikan riya’, diapun mengatakan dalam dirinya: “Saya hanya bermaksud menampakkan ilmu dan amal agar orang mengikuti saya, agar orang mendapatkan hidayah melalui apa yang saya sampaikan dan tampilkan ini. ”
Padahal jika tujuan mereka benar-benar untuk memberi jalan hidayah untuk manusia, tentu dia akan merasa senang ketika manusia mendapat hidayah melalui selain tangannya. Sebagaimana senangnya ketika manusia mendapat hidayah melalui tangannya. Ini karena siapa saja yang tujuan dakwahnya adalah memperbaiki tatanan kehidupan manusia, maka dia akan merasa senang ketika manusia menjadi baik melalui tangan siapapun juga.
Sebab masih ada sekelompok lain, mereka menekuni ilmu, membersihkan amal anggota badan mereka, serta menghiasinya dengan ketaatan, dan mengawasi amal hati mereka agar bersih daripada riya, hasad, dan sombong. Akan tetapi masih tersisa di sela-sela hatinya, tipu daya syaitan yang tersembunyi dan bahkan tipu daya jiwanya yang juga tersembunyi. Dia tidak sadar akan kewujudannya. Engkau lihat mereka berupaya sungguh-sungguh dalam beramal dan memandang bahwa faktor pendorongnya adalah menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Tapi pada kenyataannya terkadang pendorongnya adalah mengharap sebutan orang terhadapnya. Sehingga terkadang muncul sikap merendahkan yang lain melalui sikapnya menyalah-nyalahkan yang lain, dan merasa dirinya lebih mulia.
Oleh sebab itu, hendaklah hati penuntut ilmu juga harus bersih dari penyakit hati seperti riya, hasad, sum’ah, fitnah dll. Engkau dapat melihat ketika seorang penuntut ilmu itu bersikap tawadhu’, tidak mengangkat dirinya melebihi kedudukannya yang sebenarnya, tidak berbangga dengan sesuatu yang dia dapatkan, tidak tertipu dengan pujian dan sanjungan, tidak menginginkan ketenaran, tidak pula kedudukan di tengah-tengah manusia kerena dia tahu bahwa yang mengangkat dan merendahkan seseorang hanyalah Allah Subahanahu wa Ta’ala, bukan seorang manusia.
Seorang penuntut ilmu, senantiasa berdakwah dan menasehati kaum muslimin, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar sesuai dengan kaidah-kaidah syari’ah dan tatanan masyarakat.
Lihatlah ketika seorang penuntut ilmu itu sangat bersemangat dalam menyatukan umat, merekatkan hati-hati mereka pada al-Qur’an dan as Sunnah, dan membenci perpecahan antar Ahlus Sunnah, karena ia mengetahui bahwa perpecahan itu selalu bersama kebid’ahan dan persatuan selalu menyertai sunnah. Iapun merindukan kedamaian dan persatuan di kalangan umat Islam.
Seorang penuntut ilmu, juga memperhatikan maslahat pada setiap perkataan dan perbuatannya, dia tidak membuka pintu (mencontohkan) keburukan bagi manusia, tidak membicarakan perkara yang batil, tidak sibuk dengan permasalahan yang tidak dipahaminya, dia tidak masuk dalam suatu pembicaraan kecuali berdasar ilmu, sehingga dia tahu penyebab masalah yang ada dan apa solusinya.
Seperti dalam firman Allah :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” . (QS. Al Isra : 36)
Oleh sebab itu, mari kita perbanyak menuntut ilmu dengan hati yang bersih dan lurus. Dan mudah-mudahan ilmu tersebut dapat bermanfaat, yakni untuk diri kita sendiri dan orang lain. Sehingga senantiasa kita akan terus muhasabah untuk mengetahui kelemahan diri ini dan berusaha untuk memperbaikinya.
Sumber: majalahalfityan.blogspot.com
Di antaranya yakni meluruskan niat bahwa ia menuntut ilmu semata-mata bukan karena ingin dikenal oleh banyak orang, supaya dikatakan ulama atau orang pandai, agar dapat memenangkan sebuah perdebatan dan segudang tujuan lain. Namun ia melakukan itu semua agar lebih dapat mendekatkan diri kepada Sang Khalik.
Sebab masih banyak kita jumpai di hati para penuntut ilmu yang tumbuh benih-benih penyakit yang seharusnya segera diobati. Contohnya saja, masih banyak kita temukan seorang penuntut ilmu yang suka menjelek- jelekkan kelompok lain yang tidak sepaham dengannya apapun masalahnya, bahkan tidak segan lagi berani mengkafirkannya karena tidak satu kelompok dengan jamaahnya, membuat perpecahan dengan berkelompok-kelompok sehingga umat merasa bingung karena tidak tahu ulama dan kelompok mana yang harus ia tiru dan ikuti.
Sekelompok yang lain juga tertimpa “ghurur”, mereka mencari kesenangan dunia, kemuliaan, kemudahan, kecukupan dengan menggunakan penampilan kealiman atau keshalihannya tersebut. Bila muncul pada mereka percikan riya’, diapun mengatakan dalam dirinya: “Saya hanya bermaksud menampakkan ilmu dan amal agar orang mengikuti saya, agar orang mendapatkan hidayah melalui apa yang saya sampaikan dan tampilkan ini. ”
Padahal jika tujuan mereka benar-benar untuk memberi jalan hidayah untuk manusia, tentu dia akan merasa senang ketika manusia mendapat hidayah melalui selain tangannya. Sebagaimana senangnya ketika manusia mendapat hidayah melalui tangannya. Ini karena siapa saja yang tujuan dakwahnya adalah memperbaiki tatanan kehidupan manusia, maka dia akan merasa senang ketika manusia menjadi baik melalui tangan siapapun juga.
Sebab masih ada sekelompok lain, mereka menekuni ilmu, membersihkan amal anggota badan mereka, serta menghiasinya dengan ketaatan, dan mengawasi amal hati mereka agar bersih daripada riya, hasad, dan sombong. Akan tetapi masih tersisa di sela-sela hatinya, tipu daya syaitan yang tersembunyi dan bahkan tipu daya jiwanya yang juga tersembunyi. Dia tidak sadar akan kewujudannya. Engkau lihat mereka berupaya sungguh-sungguh dalam beramal dan memandang bahwa faktor pendorongnya adalah menegakkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala . Tapi pada kenyataannya terkadang pendorongnya adalah mengharap sebutan orang terhadapnya. Sehingga terkadang muncul sikap merendahkan yang lain melalui sikapnya menyalah-nyalahkan yang lain, dan merasa dirinya lebih mulia.
Oleh sebab itu, hendaklah hati penuntut ilmu juga harus bersih dari penyakit hati seperti riya, hasad, sum’ah, fitnah dll. Engkau dapat melihat ketika seorang penuntut ilmu itu bersikap tawadhu’, tidak mengangkat dirinya melebihi kedudukannya yang sebenarnya, tidak berbangga dengan sesuatu yang dia dapatkan, tidak tertipu dengan pujian dan sanjungan, tidak menginginkan ketenaran, tidak pula kedudukan di tengah-tengah manusia kerena dia tahu bahwa yang mengangkat dan merendahkan seseorang hanyalah Allah Subahanahu wa Ta’ala, bukan seorang manusia.
Seorang penuntut ilmu, senantiasa berdakwah dan menasehati kaum muslimin, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar sesuai dengan kaidah-kaidah syari’ah dan tatanan masyarakat.
Lihatlah ketika seorang penuntut ilmu itu sangat bersemangat dalam menyatukan umat, merekatkan hati-hati mereka pada al-Qur’an dan as Sunnah, dan membenci perpecahan antar Ahlus Sunnah, karena ia mengetahui bahwa perpecahan itu selalu bersama kebid’ahan dan persatuan selalu menyertai sunnah. Iapun merindukan kedamaian dan persatuan di kalangan umat Islam.
Seorang penuntut ilmu, juga memperhatikan maslahat pada setiap perkataan dan perbuatannya, dia tidak membuka pintu (mencontohkan) keburukan bagi manusia, tidak membicarakan perkara yang batil, tidak sibuk dengan permasalahan yang tidak dipahaminya, dia tidak masuk dalam suatu pembicaraan kecuali berdasar ilmu, sehingga dia tahu penyebab masalah yang ada dan apa solusinya.
Seperti dalam firman Allah :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” . (QS. Al Isra : 36)
Oleh sebab itu, mari kita perbanyak menuntut ilmu dengan hati yang bersih dan lurus. Dan mudah-mudahan ilmu tersebut dapat bermanfaat, yakni untuk diri kita sendiri dan orang lain. Sehingga senantiasa kita akan terus muhasabah untuk mengetahui kelemahan diri ini dan berusaha untuk memperbaikinya.
Sumber: majalahalfityan.blogspot.com
0 Comments:
Posting Komentar